BAHAYA FANATIK BUTA
Ditulis pada: 15 Mei
Secara syariat, nasab wajib dibuktikan dengan nasab, kita tidak bisa benar atau salahkan.
Saya tantang para pengklaim keturunan Nabi itu untuk membuktikan katanya ada bekas rambut Nabi coba tes DNA, apa ada keidentikan ?
Apa rambut Nabi palsu, atau mereka yang dusta atas pengakuan sebagai keturunan Nabi shalallahu 'alaihi wa salam.
Nasab tidak bermanfaat bila tidak diiringi dengan amal shalih. Anda tidak mulia dengan pengakuan bahwa anda keturunan orang mulia sedang amal anda menyelisihi kakek anda.
Saya yakin dengan peneliti dan sejarah, bahwa orang yang mengaku habib itu 90% berdusta, mereka hanya ingin hak khusus dari penghormatan manusia pada mereka dan mengklaim hak istimewa untuk dibedakan dengan orang lain dengan mengaku keturunan Nabi, dan mereka membuat-buat nasab sendiri. Nasalullaha salama wal afiah.
HABIB itu "bukan" GELAR dari NABI MUHAMMAD ๏ทบ
(tidak ada landasan syari'at)
๐ข Sejarah :
1. Tidak dikenal istilah "HABIB" saat Rosululloh masih hidup hingga zaman 3 generasi terbaik.
Yaitu (Zaman : Sahabat, Tabiin, Tabiut Tabiin)
2. Bahkan di zaman 4 imam madzhab termasuk 20 imam hadits SOHEH serta ulama-ulama yg mengikutinya, juga tidak mengenal ISTILAH "HABIB" untuk MENGGELARI keturunan dari Rosululloh, baik dari jalur Sayyidina Hasan maupun Sayyidina Hussein dalam kitab-kitab terkenal yg mereka buat.
TIDAK ADA yg menyebut cucu-cucu Nabi, seperti Hasan Hussein dengan panggilan "HABIB HASAN" atau "HABIB HUSSEIN"
๐บHABIB adalah gelar yg diberikan kepada orang-orang yg "MENGAKU" keturunan Nabi dari jalur Hussein, karena Hussein menikahi PUTRI RAJA PERSIA. Kebanyakan mereka adalah keturunan dari "DARAH BIRU" kerajaan PERSIA yang melarikan diri ke YAMAN, setelah Persia ditaklukkan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab.
Pada masa berikutnya sebagian dari mereka hijrah dari YAMAN ke NUSANTARA atau tempat lainnya.
Sebagian dari mereka akan lebih cendrung menganut "AJARAN SUFI" (Aswaja As'ariyah) serta sebagian lagi menjadi PEMBELA SYIAH hingga hari ini yang terang-terangan memusuhi AHLUSSUNAH dan sebagian lagi "BERTAQIYAH" menjadi Aswaja As'ariyah bermodalkan pengakuan mereka sebagai keturunan Nabi.
(Tapi AMALIYAH-nya banyak yang menyimpang dari syari'at Nabi)
๐บSedangkan keturunan Rosululloh dari jalur "HASAN" sebagian besar menetap di Madinah, Syam, Mekkah serta kota-kota lainnya.
Mereka TIDAK menggunakan gelar "HABIB"
dari jalur ini, insya Alloh akan melahirkan "IMAM MAHDI" di kota MEKKAH.
๐ฐHadits dari Abu Bakrah berkata; Aku pernah melihat Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam di atas mimbar, dan Hasan bersamanya. Beliau kadang menghadap manusia, dan kadang menghadap ke arah Hasan, lalu bersabda:
ุฅَِّู ุงุจِْูู َูุฐَุง ุณَِّูุฏٌ ََููุนََّู ุงََّููู ุฃَْู ُูุตِْูุญَ ุจِِู ุจََْูู ِูุฆَุชَِْูู ู ِْู ุงْูู ُุณِْูู َِูู ุนَุธِูู َุชَِْูู
"Cucuku ini adalah Sayyid (Pemimpin). Semoga Alloh mendamaikan dua kelompok besar kaum muslimin dengan perantaranya"
๐ (HR. An-Nasa'i : 1393)
๐ (HR. Bukhory : 2505)
Bismillahirrahmanirrahim
๐ฅ"BAHAYA FANATIK BUTA"
"Saya ikut saja apa kata Kyai, Ustadz, Gus dan Habib saya."
Saudaraku, Agama Islam memerintahkan para pemeluknya untuk mengikuti dalil dan tidak memperkenankan seorang untuk bertaklid buta (baca : mengekor/membeo).
Memang tidak bisa dipungkiri dan sudah menjadi rahasia umum alias bukan rahasia lagi kalau mereka sudah di doktrin untuk jadi orang yang fanatik buta pada perkataan Kyai, Ustadz, Guru, Gus dan Habib tanpa memandang apakah perkataan mereka tersebut bersesuaian dengan dalil ataukah tidak.
Pokoknya "kulo nderek mawon", pokoknya saya ikut atau manut saja.
Padahal Islam mengajarkan yang wajib diikuti adalah Al-Qur'an dan sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam.
Perkata'an Ulama' boleh diikuti jika bersesuaian dengan kedua sumber hukum Islam tersebut. Ketika berseberangan dari keduanya, tentu ditinggalkan.
Kita tidak diajarkan untuk manut terus pada perkataan Ulama'.
Karena mereka bukanlah seorang yang ma'shum atau makhluk suci.
Mereka bisa jadi keliru dalam pemahaman, bisa jadi belum sampai suatu hadits pada mereka atau punya udzur lainnya.
Sehingga kalau dikatakan bahwa mereka adalah orang yang tidak bisa salah, ini justru keliru yang fatal. Namun itu bukan berarti kita meninggalkan Ulama' begitu saja. Pendapat mereka tetaplah diikuti untuk memahami Al-Qur'an dan hadits dengan pemahaman yang benar.
Allah Ta'ala berfirman :
ุงุชَّุฎَุฐُูุง ุฃَุญْุจَุงุฑَُูู ْ َูุฑُْูุจَุงَُููู ْ ุฃَุฑْุจَุงุจًุง ู ِْู ุฏُِูู ุงَِّููู َูุงْูู َุณِูุญَ ุงุจَْู ู َุฑَْูู َ َูู َุง ุฃُู ِุฑُูุง ุฅِูุง َِููุนْุจُุฏُูุง ุฅًَِููุง َูุงุญِุฏًุง ูุง ุฅََِูู ุฅِูุง َُูู ุณُุจْุญَุงَُูู ุนَู َّุง ُูุดْุฑَُِููู
"Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan ahli-ahli agama mereka sebagai tuhan-tuhan selain dari Allah, dan juga (mereka mempertuhankan) al-Masih Ibni Maryam, padahal mereka tidak diperintahkan melainkan untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Maha suci Allah dari apa Yang mereka sekutukan."
[QS. At-Taubah : 31]
Mendengar ayat itu, Adiy bin Hatim radliyallahu 'anhu yang saat itu masih beragama Nasrani, dengan kalung salib di lehernya, ia berkata :
"Ya Rasulullah, sesungguhnya kami tidak menyembah mereka."
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya :
ุฃََْููุณُูุง َูุญَُُّููู ู َุง ุญَุฑَู ُ ุงِููู َูุชُุญَُُِّูููู َُููุญْุฑَู َُูู ู َุง ุฃَุญََّู ุงُููู َูุชَุญْุฑِู َُُููู ؟ َูุงَู: ุจََูู، َูุงَู: َูุชَُْูู ุนَุจَّุข ุฏุชูู
"Bukankah mereka menghalalkan apa yang Allah haramkan, kemudian kalian menghalalkannya. Dan mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan, kemudian kalian mengharamkannya?"
Ia menjawab, "Ya benar".
Maka beliau bersabda lagi, "Itulah bentuk ibadah kepada mereka."
[HR. Tirmidzi].
Syeikh Abdurahman bin Hasan rahimahulah berkata :
"Di dalam hadits tersebut terdapat dalil bahwa mentaati Ulama' dalam hal maksiat kepada Allah Ta'ala berarti beribadah kepada mereka dari selain Allah Ta'ala, dan termasuk syirik akbar yang tidak diampuni oleh Allah Ta'ala"
Begitulah hakekatnya orang-orang Nasrani menuhankan rahib- rahibnya. Mereka selalu mengikuti apapun yang di katakan rahib-rahibnya.
Sesungguhnya yang berhak membuat syari'at hanyalah Allah Ta'ala. Allah Ta'ala lah yang menentukan halal dan haram. Tidak seorangpun berwenang menghalalkan kecuali yang sudah dihalalkan Allah Ta'ala, juga tidak berwenang mengharamkan kecuali apa yang sudah diharamkan Allah Ta'ala.
Sungguh ironis sa'at ini sebagian kaum muslimin bertakliq kepada Kyai, Ustadz, Gus dan Habib- Habibnya yang mereka puja dan idolakan.
Mereka tidak memperdulikan dalil, meskipun mereka-mereka yang diikutinya menyimpang dan menyalahi dalil.
Mereka yang menuhankan manusia berkata:
"Pokoknya kita ikuti saja guru-guru kita, guru kita bukan orang-orang bodoh, Kyai kita tidak mungkin salah, Ustadz kita tentu faham permasalahan agama. Gus kita pasti benar dan Habib kita adalah Wali Allah serta bersanad. Begitulah perkata'an mereka.
Bagi mereka, Kyai Ajengan, Ustadz, Gus dan Habibnya adalah tuhan yang pasti benar tidak mungkin salah, mereka selalu ikuti apapun yang dikatakan guru-gurunya.
Maka keadaan mereka persis seperti orang-orang Nasrani yang disebutkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang menuhankan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah Ta'ala. A'udzubillahi min dzalik
Semoga tulisan yang sedikit ini mudah dipahami dan bermanfa'at untuk kita semua.
Dan semoga taufik dan hidayah-Nya selalu tercurahkan kepada kita semua....
Barakallahu fiikum....